JAKARTA - sahamparan.id - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengingatkan agar revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) tidak sekadar untuk bagi-bagi kekuasaan melalui Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang kembali dibentuk.
Menurut Adi, publik mulai menduga ada tujuan bagi-bagi kekuasaan di balik revisi UU Wantimpres yang pembahasannya dikebut satu hari oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR hingga diputuskan akan dibawa ke paripurna dan menjadi insiatif dari parlemen tersebut.
“Tapi jangan sampai ada kesan bahwa DPA ini justru ingin mengakomodasi kelompok politik yang jauh lebih besar. Kan itu yang mustinya harus dhindari,” kata Adi kepada Kompas.com, Rabu (10/7/2024).
Padahal, lembaga tersebut sudah dihapuskan setelah dilakukan amendemen keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Lalu, tugas dan fungsinya digantikan oleh Wantimpres yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Selain itu, Adi menyebut, wacana menghidupkan kembali DPA adalah kelanjutan dari ide presidential club yang ingin mengakomodasi para mantan presiden, sehingga memberikan kontribusi pemikiran sampai gagasan untuk pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Wajar kalau publik melihat sebenarnya belakangan ini perubahan Wantimpres ke DPA ini bagian dari untuk memperbesar koalisi dengan cara merangkum pikiran-pikiran yang dinilai kontributif untuk pemerintahan yang akan datang, tetapi itu tadi kesan bagi-bagi kekuasaan itu harus bisa diminimalisir dan bahkan dihilangkan," ujar Adi.
Tidak Mengerti UU
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mempertanyakan maksud dari DPR yang berupaya mengubah Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) melalui revisi UU Wantimpres.
Padahal menurutnya, DPA sudah dihapus dalam ketentuan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Maka, jika ada upaya menghidupkan kembali DPA, artinya DPR tidak membaca ketentuan UUD.
"Menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung itu tanda tidak membaca Undang-undang Dasar 1945. Coba simak di dalam ketentuan Undang-undang Dasar jelas bunyinya bahwa Dewan Pertimbangan Agung itu dihapus," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (10/7/2024).
Feri kemudian menyoroti upaya DPR yang ingin menghidupkan kembali DPA melalui jalur revisi UU Wantimpres. Menurutnya, hal itu jelas di luar UUD dan sama saja menentang ketentuan UUD.
"Kalau dihidupkan kembali di luar Undang-undang Dasar, itu kan sama saja menentang ketentuan Undang-undang Dasar," ujar dia.
Oleh sebab itu, Feri menilai DPR tidak memerhatikan sejarah dan ketentuan UUD 1945 dengan memproses revisi UU Wantimpres. Ia lantas mempertanyakan maksud dan urgensi DPR mengupayakan untuk mengubah Wantimpres menjadi DPA.
"Jadi saya pikir ini rencana tidak memperhatikan sejarah dan memperhatikan ketentuan Undang-undang Dasar kita. Maksudnya itu apa?" pungkas dia..(^/afr)
Komentar0