Suntiang di Minangkabau merupakan salah satu jenis mahkota tradisional yang sangat khas dengan bentuk yang indah dan elegan. Bahkan mahkota suntiang dipenuhi pernak- pernik bermotifkan ragam hias menjadikannya kaya akan bentuk.
Suntiang menjadi salah satu ikon budaya Minangkabau yang masih terus digunakan mempelai wanita Minang saat nikah. Juga dipakai waktu pesta perkawinan yang di dalamnya memuat obyek alam dan simbol-simbol keagungan seperti padi, kapas, dan sirih.
Fakta itu jadi alasan jika Minangkabau saat ini menjadi salah satu daerah yang memiliki beragam bentuk karya tradisi, baik tradisi benda maupun tak benda. Suntiang merupakan tradisi benda, menjadi salah satu elemen penting dalam pakaian adat pernikahan dan perkawinan di Minangkabau.
Dalam catatan yang ada, suntiang merupakan perhiasan, terletak di atas kepala wanita dengan warna kuning keemasan. Suntiang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Minangkabau.
Ragam ornamen hiasan pada suntiang ini terinspirasi dari keindahan berbagai elemen di alam, baik dari darat, laut maupun udara. Dalam setiap motifnya, bisa ditemukan jejak-jejak kehidupan yang indah dan beragam seperti motif burung, ikan, kupu-kupu hingga macam-macam bunga. Melalui ornamen-ornamen alam yang menghiasi suntiang, masyarakat Minangkabau tidak hanya menampilkan keindahan alamnya, tapi juga mengungkapkan kekayaan nilai-nilai dan kearifan lokal.
Penggunaan elemen alam tersebut sesuai filosofi hidup masyarakat Minangkabau ; "Alam Takambang Jadi Guru", yang secara harfiah berarti bahwa alam merupakan guru yang tak tergantikan. Filosofi ini mencerminkan keyakinan bahwa alam memiliki banyak pelajaran dan contoh yang berharga bagi manusia untuk dipelajari dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Makna suntiang pada tradisi adat Minangkabau digunakan sebagai bentuk berpakaian adat bagi seorang perempuan dalam sebuah pernikahan dan perkawinannya, karena dengan memakai suntiang melambangkan tanggung jawab yang akan dilakukan perempuan kelak dikemudian hari.
Lazimnya suntiang terdapat seperti setengah lingkaran bermuatan fauna dan flora mulai dari bentuk pisang, bunga mawar, burung merak, kupu-kupu, pohon pinang dan ikan. Suntiang bisa memiliki berat dari 3,5 kg hingga 5 kg.
Selain itu, suntiang Minangkabau juga punya ciri khasnya yaitu memiliki penutup kepala menyerupai rumah gadang atau rumah tradisional yang ada di Minangkabau. Suntiang tidak hanya memiliki satu macam atau satu bentuk, tetapi memiliki banyak variasinya antara lain suntiang bungo pudiang, suntiang pisang saparak, suntiang pisang saikek, suntiang kambang, suntiang mangkuto dan suntiang kipeh.
Jenis Suntiang di Minangkabau.
Dalam literatur yang ada diinformasikan, suntiang jenis Bungo Pudiang merupakan suntiang yang ada di Padang Panjang. Suntiang jenis ini memiliki bentuk berbeda dari suntiang umumnya karena terlihat unik dan klasik. Suntiang bungo pudiang memiliki makna sebagai pagar dan kewibawaan: bundo kanduang memiliki akal pemikiran yang akan melahirkan orang yang tiga jenis yaitu niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai.
Suntiang khas Padang Panjang ini melambangkan peran bundo kanduang yang berperan meneruskan dan memelihara peradaban Minangkabau pada masa yang akan datang. Dan setiap batang suntiang Bungo Pudiang mempunyai lima helai daun pudiang. Makna yang tersirat di dalamnya adalah rukun Islam yang menjadi aturan hidup. Total jumlah keseluruhannya ada 45 helai daun pudiang, yang menyiratkan perintah shalat yang awalnya 50 rakaat dan dikurangi 5 rakaat menjadi 45 rakaat.
Perempuan, bundo kanduang melambangkan rasa penuh kasih sayang, bijaksana dan paham akan kebutuhan anak cucunya nanti.
Ada suntiang Pisang Saparak, salah satu jenis suntiang yang ada di Minangkabau memiliki bentuk yang berbeda pada suntiang pada umumnya. Suntiang Pisang Saparak memiliki bentuk seperti lingkaran penuh. Sedangkan suntiang lainnya hanya memiliki bentuk setengah lingkaran.
Suntiang Pisang Saparak banyak menggunakan bahan perak atau kuningan sehingga lebih mudah digunakan oleh perempuan Minangkabau.
Masih ada beberapa macam suntiang yang ada sampai saat ini di Minangkabau dan tetap dibudayakan masyarakat Minangkabau. Selain memiliki banyak ragam dan bentuk, suntiang juga memiliki makna berbeda tetapi memiliki fungsi yang sama bagi perempuan Minangkabau.
Suntiang di Minangkabau Berdasarkan Bentuk dan Makna:
1. Suntiang Bungo Pudiang.
Jenis suntiang ini yang digunakan perempuan di Batipuah, Tanah Datar dalam acara pernikahan. Suntiang ini memiliki bentuk yang unik dan berbeda dari suntiang pada umumnya.
Suntiang ini terbentuk dari berbagai unsur, termasuk susunan bungo pudiang, yang mengacu pada motif atau bentuk bunga cempaka. Di tengah-tengahnya terdapat bentuk logam berpola trapesium sama kaki terbalik, pipih, dan berwarna keemasan. Suntiang ini, menonjolkan keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau.
2. Suntiang Pisang Saparak.
Suntiang Pisang Saparak adalah salah satu jenis suntiang yang memiliki bentuk yang unik dan berasal dari daerah Solok. Berbeda dengan suntiang pada umumnya, suntiang Pisang Saparak tidak berbentuk setengah lingkaran, melainkan lebih pipih dan bertingkat ke belakang.
Suntiang ini memiliki ciri khas dengan warna emas yang mencolok serta aksesoris berbentuk bunga yang memperindah penampilannya. Keunikan desain ini mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau yang khas.
Suntiang Pisang Saparak terdiri dari dua ukuran yaitu ukuran besar dan kecil. Suntiang Pisang Saparak memiliki peran yang berbeda dalam tradisi pernikahan Minangkabau. Suntiang berukuran besar digunakan khusus untuk pengantin perempuan. Sementara berukuran kecil digunakan untuk pendamping mempelai dan penari tradisional Minangkabau,
3. Suntiang Matua.
Suntiang ini berasal dari daerah Matua, Kabupaten Agam yang digunakan pengantin perempuan dalam tradisi pernikahan Minangkabau Suntiang ini juga dipakai saat acara karnaval sebagai hiasan kepala bagi penari tradisional Minangkabau yang menampilkan tari galambong dan pasambahan.
Suntiang Matua dalam konteks budaya Minangkabau melambangkan bahwa wanita Matua yang sudah menikah memiliki kedudukan sosial yang matang, tetap berpegang teguh pada adat dan nilai-nilai tradisional. Namun juga memiliki wawasan yang luas dan tidak meninggalkan nilai keindahan dan keanggunan.
Desain suntiang Matua menggabungkan elemen-elemen tradisi pernikahan Minangkabau. Suntiang ini menggunakan pisang saparak bagian atasnya, melambangkan kesuburan dan kelimpahan rezeki. Terdapat pula hiasan kote-kote pada bagian kiri dan kanan, serta motif akar pohon beringin bagian depan, menggambarkan bahwa wanita Matua merupakan tempat sandaran utama bagi anak-anak dan keluarganya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Suntiang Kambang.
Suntiang ini menyerupai bentuk bunga dan mencerminkan keanggunan dan keindahan, merupakan salah satu warisan budaya Padang Pariaman
Padang Pariaman terkenal dengan keelokan alamnya dan tradisi pernikahan yang khas. Suntiang Kambang menjadi salah satu elemen yang penting menyerupai bentuk bunga yang mencerminkan keanggunan dan keindahan, merupakan salah satu warisan budaya Padang Pariaman. Daerah ini juga terkenal dengan keelokan alam dan tradisi pernikahannya yang khas, di mana suntiang Kambang menjadi salah satu elemen yang penting.
Suntiang Kambang memiliki bentuk setengah lingkaran dengan hiasan di bagian depan berupa bunga yang dapat bergoyang. Adanya hiasan yang bergerak ini sering disebut "suntiang kembang loyang". Biasanya banyak digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat dalam berbagai acara adat, terutama dalam upacara pernikahan.
Keberadaan Suntiang Kambang, dengan keanggunan desainnya menyerupai bunga, tidak hanya menjadi simbol dari keindahan alam dan kekayaan budaya. Tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, Suntiang Kambang tidak hanya menjadi aksesoris pernikahan, tetapi juga sebuah simbol yang memperkuat ikatan budaya dan tradisi.
5. Suntiang Pisang Saikek.
Suntiang ini biasanya digunakan masyarakat Pesisir Selatan. Meskipun memiliki bentuk yang hampir menyerupai suntiang pada umumnya, suntiang ini memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu cirinya; adanya hiasan kecil-kecil yang terletak di bagian belakangnya, disertai hiasan lainnya.
Jenis suntiang ini biasanya digunakan dalam berbagai acara adat, terutama dalam tradisi pernikahan di masyarakat Pesisir Selatan. Tidak hanya sebagai hiasan kepala semata, tetapi juga sebagai simbol dari keindahan dan kekayaan budaya mereka.
Perpaduan antara desain yang elegan dan tambahan hiasan-hiasan yang khas, suntiang Pisang Saikek menjadi bagian penting dalam memperkuat identitas budaya dan tradisi masyarakat Pesisir Selatan.
6. Suntiang Pinang Bararak.
Suntiang ini memiliki bentuk yang menyerupai buah pinang, menjadi simbol persatuan dan keharmonisan dalam tradisi pernikahan di daerah Koto Nan Gadang, Payakumbuh. Tradisi pernikahannya terkenal keunikan dan kemegahannya.
Bentuk suntiang ini menyerupai buah pinang memiliki makna filosofis yang mendalam. Buah pinang secara tradisional dianggap sebagai simbol persatuan dan keharmonisan budaya Minangkabau.
Penggunaan suntiang Pinang Bararak dalam tradisi pernikahan menjadi simbol yang kuat dari kesatuan dan kedamaian dalam hubungan pernikahan.
7. Suntiang Mangkuto.
Suntiang ini memiliki bentuk mirip mangkuk atau cawan, menjadi simbol dari kesuburan dan kelimpahan dalam budaya Minangkabau. Mangkuk atau cawan memiliki makna adanya kelimpahan rezeki dan kesuburan karena sifatnya yang dapat menampung berbagai hal melambangkan kemurahan dan kemakmuran
Suntiang Mangkuto dalam tradisi pernikahan menjadi simbol dari harapan akan kehidupan yang sejahtera dan penuh berkah bagi pasangan yang menikah.
8. Suntiang Kurai.
Suntiang Kurai merupakan hiasan kepala khas perempuan Minangkabau di kota Bukittinggi. Nama "Kurai" merujuk pada daerah di Bukittinggi yang dulu dikenal sebagai Padang Kurai, sekarang dikenal sebagai Kanagarian Kurai atau lebih populer disebut sebagai Rang Kurai julukan untuk penduduk asli daerah tersebut.
Suntiang Kurai memiliki bentuk yang menyerupai kipas, dengan hiasan yang menyerupai jamur yang dihiasi dengan motif daun pigago atau pegagan.
Suntiang Kurai melambangkan perempuan Minangkabau yang akan memasuki kehidupan berumah tangga. Diharapkan bahwa perempuan yang menggunakan suntiang Kurai mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan bijaksana. Suntiang Kurai biasanya digunakan oleh perempuan Kurai dalam acara pernikahan.
9. Suntiang Sariantan.
Suntiang ini bentuknya menyerupai buah siri, menjadi simbol dari keharuman dan keindahan dalam budaya Minangkabau. Buah siri seringkali diasosiasikan dengan aroma yang harum dan keindahan yang memikat sehingga penggunaan suntiang ini melambangkan harapan akan keharuman dan keindahan dalam kehidupan pernikahan.
Penggunaan Suntiang Sariantan tidak hanya sebagai hiasan kepala semata, tetapi juga sebagai simbol dari nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam budaya Minangkabau, seperti keharmonisan, keindahan, dan kebahagiaan.●
Komentar0