TSriTUW9BUMiGpY5BUz5GSGiTi==

Ketiga: Kedatangan Bangsa Arab ke 'Negeri Bawah Angin'


P
ADA
 abad ke-50 SM (Sebelum Masehi) di Al-Hijr, Tsamud keturunan Amir bin Iraam bin Semit bin Nuh mendirikan Negara Tsamud. Kota Al-Hijr di jazirah Arab, dibangun di atas bukit, di pinggir jalan antara Madinah dan Syam, Tebing bukit dilobangi untuk perumahan. Rumah-rumah warga dihubungkan dengan jalan. Di bagian lembah dibangun vila peristirahatan dan taman-taman yang indah.

Pada zaman itu penduduk Tsamud telah mengenal dan memakai tembikar, emas, perak dan tembaga. Kegiatan perkebunan penduduk dilengkapi peternakan sapi, kambing, domba dan kuda. Di gurun, saat melakukan perburuan, mereka menemukan jenis binatang baru yaitu unta. Unta yang ditemukan ditangkap, lalu disembelih dan dagingnya dimakan. Tidak ada yang berminat menjinak unta.

Kuat dan Makmur

Lingkungan hidup kaum Tsamud, antara perumahan dan pertamanan dihubungkan dengan jalan. Perumahan di atas bukit dengan jalan di pertamanan dibuat pintu yang kokoh. Pintu hanya dapat dibuka dari atas bukit dan dijaga pasukan berdisiplin tinggi.

Kehidupan yang makmur, pertahanan yang kuat, membuat kaum Tsamud merasa tidak dapat dikalahkan atau dibinasakan oleh siapapun. Mereka menjadi sombong, tidak berlaku adil, menindas orang-orang yang tidak masuk dalam kelompok mereka. Mereka menyembah berhala, atau orang-orang yang dianggap kuat. Allah, Tuhan yang Esa mereka lupakan.

Untuk memperingatkan kaum Tsamud, Tuhan mengutus nabi Shaleh, dari kaum mereka sendiri. Nabi Shaleh dikirimi Tuhan seekor unta. Shaleh menyampaikan kepada kaumnya bahwa unta banyak manfaatnya.


Tentang unta itu, Nabi Shaleh berkata: unta yang diberikan Tuhan ini berjalan ke mana maunya, mencari makan ke mana kehendaknya sendiri.

Dakwah yang disampaikan Nabi Shaleh ditolak kaumnya. Dia diejek, dihina, bahkan unta kiriman Tuhan untuk Nabi Shaleh dibunuh.

Lebih kurang pada abad 40 SM, Tuhan menghukum kaum Tsamud dengan rajfah (petir dan gempa keras). Rajfah datang di waktu sahur, saat penduduk tidur nyenyak. Bencana itu membuat hampir semua terbunuh, kecuali orang-orang yang beriman atas petunjuk Nabi Shaleh.

Penduduk yang diselamatkan Tuhan pindah ke perkampungan baru, yang mereka namakan perkampungan Nabi Shaleh (Madain Shaleh). Di perkampungan baru itu, mereka hidup makmur diridhai Allah.

Sesuai petunjuk Nabi Shaleh, selain kambing, sapi dan kuda, penduduk di Madain Shaleh memelihara unta. Pengikut Nabi Shaleh adalah pemelihara unta pertama. Unta menjadi tunggangan bagi pengembala di padang pasir, saat berpindah dari satu padang pasir ke kawasan padang pasir lainnya. Unta mempunyai sifat yang jauh lebih baik dan sempurna dari binatang lainnya, bahkan dari kuda sekali pun.

Di zaman itu, para pengikut Nabi Shaleh memelihara unta. Hewan berpunuk itu dijinakkan, dijadikan tunggangan atau pembawa beban. Dengan adanya unta ini, semenjak 4.000 SM (abad 40 SM) hubungan dagang Yaman dengan Palestina menjadi rapat. Juga hubungan dagang lautan Hindia dan lautan Tengah melalui Yaman menjadi lancar.

Pada abad ke-35 SM, Mesir telah membangun piramida dan telah mengawet mummi raja-rajanya dengan memakai kampher. Abad ke-30 SM di Mesopotamia telah berdiri Kerajaan Madia. Penduduknya telah bercocok tanam dan menetapkan waktu saru tahun 12 bulan, satu minggu tujuh hari.

Masyarakat yang hidup di sekitar laut tengah ini juga memakai kampher untuk pengawet. Rempah-rempah seperti lada, pala, cengkeh, kayu manis, kapulaga dijadikan sebagai ramuan makanan untuk pemanas badan.

Negeri di Bawah Angin

Pada zaman itu daerah penghasil rempah-rempah disebut negeri di bawah angin, terletak di timur lautan Hindia. Negeri di bawah angin diidentifikasi sebagai pulau Sumatra dan Indonesia. Hasil hutan berupa kampher dan lada didatangkan dari bagian tengah pulau Sumatra. Kampher Sumatra inilah yang dipakai pengawet mummi di Mesir.

Para pedagang dari Yaman dengan menaiki rakit, kapal tanpa mesin, hanya dengan angin laut akan membawa mereka menuju ke kepulauan terdepan Sumatra.


Semenjak abad ke-35 SM telah ada kafilah dagang dari Mesir menuju Parsi dan Yaman, melalui Hijjaz. Pada abad yang sama, para pedagang dari Yaman mengambil barang dagangannya ke pulau Sumatra.

Pada abad ke-20 SM, Nabi Ibrahim hijrah dari kerajaan Uhr dekat teluk Parsi,  berpindah ke Palestina, selatan Laut Mati. Waktu itu kerajaan Uhr diperintah oleh raja Namrud. Di pantai di Gaza berkuasa kerajaan Filistine dan di tepi barat Laut Mati berkuasa bangsa Kanaan.

Ibrahim menetap di Kiryat Arba, sekarang bernama Hebron. Mesir adalah kerajaan besar di bawah Fir’aun, dinasti ke-17 Qoptik. Di abad itu Ibrahim meninggalkan anaknya Ismail dengan ibunya, Hajar, di Mekah. Sewaktu Ibrahim meninggalkan Ismail dan Hajar di Mekah, Ibrahim menyerukan beberapa do’a:

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini nagari yang aman (Q.14/35).

Ya Tuhan kami, aku telah menempatkan anak-anakku di lembah yang tidak bertumbuh-tumbuhan di sekitar rumah engkau yang suci supaya mendirikan shalat, hendaklah engkau jadikan hati manusia tertarik kepadanya dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur (Q.14/37)

Hajar tinggal bersama bayinya Ismail di Mekah tanpa seorang pun bersamanya. Negeri Mekah adalah negeri yang gersang, tidak ada tumbuh-tumbuhan, beberapa kilometer di sekitarnya tidak ada air.


Di hantaman kaki Ismail terbit air. Itulah air zamzam. Munculnya air itu, burung-burung datang dan beterbangan di sekitarnya. Burung itu menjadi pertanda bagi kafilah dagang yang lewat atau bangsa Badui yang bergembala di sekitarnya mencari air.

Kota Ma’arib, seolah sebagian surga yang dipindahkan ke dunia. Sabak negeri yang diredhai oleh Tuhan (baldatun thayyibatun wa rabbun gafur) Q.34/15.

Sesungguhnya pada negeri Saba’ ada suatu pertanda kekuasaan Allah, dua kebun di sebelah kiri dan kanan, Tuhan katakan; makanlah rezeki yang diberikan Allah dan bersyukurlah kepadaNya, inilah negeri yang baik dan Tuhan yang pengampun. (Q. 34/18)

Bangsa Saba’ juga mengirim armada dagang lautnya menyusuri pantai timur Afrika sampai ke Mozambik dan Malagasi, Madagaskar.

Setelah Sulaiman dan Balqis meninggal, hubungan dagang laut Yaman ke Cina dan hubungan dagang darat Yaman, Palestina, Libanon tetap berjalan lancar.

Semenjak abad ke-10 SM hubungan dagang Arab dan Sumatra Tengah telah berlangsung ramai.

Bangsa Saba’ yang meninggalkan ajaran ke-Esa-an Tuhan, Saddu Ma’arib dibinasakan Allah. Pada suatu hari turun hujan sangat lebat, bendungan Ma’arib runtuh. Air waduk membanjiri, membinasakan seluruh negeri. Penduduk Saba’ yang tidak binasa bercerai-berai menyelamatkan diri sampai di Arab Utara. Bani Jafnah menetap di Siria, bani Lakhmin menetap di Iraq, bani Qailah menetap di Madinah dan bani Khuza’ah menetap di Mekah.

Peristiwa itu membuat perdagangan Saba’ ke Cina dan Minangkabau terhenti.

Abu Saleh Al-Armini seorang ahli sejarah bangsa Arab mencatat dalam bukunya, sejak abad ke-2 Masehi orang Arab telah mempunyai perkampungan di Kanton. Hubungan dagang Kanton dan Arab melalui selat Sumatra telah ramai.

Di Sumatra, orang Arab mengambil kampher dan lada. Pada abad ke-3 M di Fansur/Barus telah bermukim kelompok penganut ajaran Isa. Sea Routes, perdagangan melalui jalur laut sudah berlangsung kembali dan ramai.

●H. Asbir Dt. Rajo Mangkuto
[Penyusun Buku Direktori Minangkabau 2012]
○Penyunting: Asra F. Sabri

Komentar0

Type above and press Enter to search.