TSriTUW9BUMiGpY5BUz5GSGiTi==

Peristiwa Budaya dalam Sketsa Body Dharma


Catatan
: Muharyadi

Tidak kurang 180 lembar sketsa hitam putih yang telah diseleksi, menjadi dokumen buku "Jalur Rempah" secara visual yang diterbitkan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat dan baru saja siap dicetak. Menarik untuk disimak dan ditelusuri lebih jauh, lebih dalam karena berisikan beraneka ragam kegiatan yang dilihat, diamati untuk kemudian direpresentasikan ke permukaan kertas yang rata-rata memakai bahan tinta hitam di atas kertas.


Bukan hal yang aneh jika dua bulan lebih, seniman sketsa alumni INS Kayutanam yang pernah belajar di Sanggar Bambu Yogyakarta pimpinan Sunarto PR ini,  mampu mengolah dan membuat ratusan sketsa yang bernilai artistik dan estetik tinggi. Bahkan sejak tahun 2015 sampai 2019, Body Dharma mampu mengelilingi 18 dari 34 provinsi yang ada di tanah air, hanya untuk merekam berbagai dinamika peristiwa Indonesia secara visual melalui karya sketsa.


Secara umum, pada ratusan sketsa Body Dharma ternyata "peristiwa budaya";  keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat, cara hidup dan cara pandang, serta kesenian yang ada di tengah-tengah masyarakat, merupakan obyek menarik untuk direpresentasikan dalam bentuk karya seni rupa berupa sketsa. Melalui karyanya, Body Dharma mensugesti bentuk-bentuk obyek bermuatan artistik dan estetik mengandalkan kualitas garis pada sketsa hitam putih yang digarapnya.

Banyak orang beranggapan bahwa karya sketsa merupakan karya ringan dan sederhana di atas kertas. Pendapat demikian merupakan anggapan keliru terhadap karya seni seperti sketsa, karena ia dinilai hanya memakai bahan hitam putih di atas kertas, tak sama halnya seperti dunia seni lukis yang kaya akan aneka warna warna. Sketsa Body Dharma merupakan karya yang berdiri sendiri memiliki kekuatan sama dengan seni lukis.


Mengutip Soedarso, Sp.: rekaman beragam peristiwa pada sketsa merupakan bentuk visualisasi obyek-obyek yang tampak, bila dan bagaimana relevansi karya dengan berbagai peristiwa/aktivitas sebagai tanda, penanda bahkan rambu-rambu, di mana ia diciptakan dengan menghayati obyek secara rinci dan terurai. Penghayatan akan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu dapat berlangsung di lokasi maupun di luar lokasi melalui aktualitas dan emosional refleksi pencipta. Dengan demikian rekaman peristiwa dirasakan berdekatan dari yang sesungguhnya.


Sebagaimana pendapat Kusnadi,  mengelompokan sketsa menjadi dua bagian : (1). Sketsa berdiri sendiri, (2). Sketsa "voor studi" seni lukis dibuat berdasarkan obyek yang ada.


Dalam merepresentasikan obyek-obyek peristiwa budaya di sejumlah daerah Sumatera Barat, Body Dharma memilih sketsanya berdiri sendiri, yang sama nilainya dengan seni lukis, meski tidak diolah dengan warna-warni.

Kita bisa melihat kualitas garis-garis sketsa Body Dharma tampak menarik karena kapasitasnya mensugesti bentuk keanekaragaman obyek terlihat menonjol. Kualitas ini kental terasa di banyak sketsa yang digarapnya seperti 'Perahu Nelayan di Tiku Pariaman' (2021), 'Aktivitas Nelayan di Pantai Air Bangis Pariaman' (2021), 'Sungai Muara Sasak di Simpang Ampek Pasaman' (2021), 'Masyarakat tinggam di Kajai Pasaman' (2021] dan 'Rumah-rumah Masyarakat di Aua Kuniang', Pasaman Barat (2021) serta 'Perahu Nelayan di Batang Harau Padang' (2021) dan pada banyak karya lain.

Pada karya-karya dengan judul di atas, kita diajak untuk menyaksikan festival garis-garisnya yang lincah, komposisi obyek yang tertata apik, bentuk serta karakter obyek sketsa yang dinamis mempertegas obyek sesungguhnya.

Tarikan garis-garis sketsa Body Dharma yang lincah, spontan dan dinamis sebagaimana turut mendinamisasi bentuk maupun gerak di setiap obyek sketsa merupakan sarana yang paling singkat dan abstrak untuk menggambarkan suatu obyek dari beragam peristiwa.

Kita amati sketsa 'Arakan Pengantin di atas Bendi di kota Padang' (2021), 'Penjual Soto Padang' (2021), 'Buruh di Pelabuhan Muaro Padang' (2021), 'Perpaduan Pakaian Adat Minang dengan Pakaian India pada Pengantin di Kota Padang'  (2021) yang diadakan saat peralihan musim, kegiatan 'Pasambahan ka Makan' dan 'Bagurau di Lapau' pada bagian obyek sosok-sosok manusia yang direpresentasikan terlihat membentuk gerakan yang lincah, otonom tanpa kehilangan nilai estetis dan artistik dengan seni garis sebagai media ekspresi didasari kesederhanaannya.

Menyidik sketsa Body Dharma bisa ditelisik dalam dua hal yakni rekamam  persoalan yang tersirat tidak sama artinya dengan tersurat, karena rekaman berbagai obyek dan peristiwa di antaranya fenomena peristiwa budaya melalui sketsa lebih pas dilihat dari relevansinya dengan apa yang diamati dan apa yang dikerjakannya.

Tetapi setidaknya sketsa diciptakannya sesungguhnya terasa benar-benar menghayatinya obyek dalam ranah visual. Apalagi penghayatan akan peristiwa budaya melalui aktualitas dan emosionalitas refleksi jauh lebih tinggi nilainya karena diperkuat dengan kegiatan melihat, mengamati, menalar, menyaksikan bahkan terlibat langsung di lapangan sebagaimana tercermin dari banyak obyek peristiwa budaya pada sketsanya.

Sketsa Wajah Indonesia


Body Dharma satu di antara sedikit seniman sketsa penting di Indonesia yang sejak puluhan tahun silam kreatif merepresentasikan, memaparkan dan bereksplorasi melalui sketsa-sketsa hitam putih yang bertutur tentang berbagai peristiwa budaya melalui coretan garis-garisnya yang indah, spontan bahkan tajam.


Di antara sedikit seniman sketsa terkemuka yang juga sebagai pelukis atau pematung membuat sketsa berdiri sendiri sebagai bentuk karya seni murni tercatat beberapa sketsais terkemuka di antaranya S. Sudjojono, Ipe Mak'ruf, Nyoman Gunarsa, Widayat, Affandi, Henk Ngantung, Oesman Effendi. Nashar, Isnaeni MH, Harry Wibowo, Handoyo, Supono, Syahwil, Danarto, Body Dharma dan lainnya.

Dalam membuat sketsa, ia setia mengambil obyek-obyek langsung di alam terbuka dari berbagai peristiwa unik, yang kadang luput dari perhatian untuk dijadikan momen penting sebagai catatan sejarah dalam ranah visual rupa.

Body Dharma yang telah puluhan kali berpameran di dalam dan luar ini, hingga kini tetap eksis membuat sketsa hitam putih di mana pun ia berjalan dan singgah di sejumlah tempat dan lokasi di banyak daerah dan propinsi di tanah air. Sketsa "Wajah Indonesia" dari Sabang sampai Merauke yang telah digarapnya bertujuan agar wajah Indonesia melalui rekaman berbagai peristiwa melalui sketsa-sketsa hasil kreativitas body Dharma, setidaknya mengilhami sumber sejarah dalam ranah visual rupa. (*)

Komentar0

Type above and press Enter to search.