TSriTUW9BUMiGpY5BUz5GSGiTi==

Empat: Kedatangan Suku Mee Nam ke Minangkabau


ANTARA abad 20 SM sampai abad 12 SM, datang ke Sumatra bagian Tengah suku Mee Nam. Suku itu datang secara berkelompok. Suku Mee Nam atau Mee Selatan adalah bangsa Austronesia, di daerah Yunnan, yang terletak di barat daya Cina. Yunnan berbatas dengan Vietnam, Laos dan Burma.
Suku Mee terdiri dari Mee Pe (Mee Utara), Mee So (Mee Tengah) dan Mee Nan (Mee Selatan). Suku Mee adalah bagian dari bangsa Han, penduduk asli dan pertama di negeri Cina.

Suku Mee Nam menjadikan Sumatra bagian Tengah sebagai daerah tampatan. Penyebaran lanjutan suku Mee Nam mencapai daerah lain di Nusantara. Bahkan sampai Madagaskar dan pulau-pulau Lautan Teduh.

Bangsa Mee yang datang ke daerah Minangkabau, dari Yunnan berlayar sampai ke kawasan perairan kepulauan Riau. Dari laut mereka memudiki sungai Kampar, sampai di Mahat (Maek). Dari sini, kemudian menyebar ke daerah sekeliling dan sampai di Guguak, Luhak 50 Koto.

Selain memudiki sungai Kampar, ada juga kelompok lain suku Mee memudiki sungai Batanghari, Merangin dan sampai di Kerinci. Di dua daerah tersebut ditemukan banyak peninggalan benda budaya megalit.

Di Luhak 50 Koto lebih seribu benda budaya megalit berasal dari suku Mee. Begitu juga di Kerinci dan sekitarnya ditemukan budaya megalit berupa artefak kapak batu dan belincong.

Megalit atau batu besar, yang terdapat di Luhak 50 Koto dan sekitarnya berupa menhir (batu tegak), batu lumpang, batu altar (batu datar), batu dakon, batu besar berukir. Suku Mee Nam menggunakan batu megalite untuk sarana pemujaan arwah moyang mereka.

Di Balubuih, Kecamatan Guguak,  Kabupaten 50 Koto, pada salah satu menhir pernah ditemukan belulang seorang perempuan yang dikubur secara baik di abad ke-10 SM. Perempuan itu tingginya melebihi dua meter.

Proto Melayu

Orang yang berasal dari suku Mee Nam ini disebut Proto Melayu (Melayu Tua). Suku Mee ini suka memelihara kerbau. Lambang kebesaran bagi mereka kepala kerbau serta tanduknya. Makin panjang tanduk kerbau itu makin mulia orang yang menyimpannya. Ada pendapat, penanaman Minangkabau itu berasal dari suku Mee Nam yang berlambangkan kerbau.

Suku Toraja, Batak dan Minangkabau sama-sama menghormati lambang kepala dan tanduk kerbau. Makin panjang tanduk kerbau tertancap di dinding rumah, kian mulia orang yang memiliki rumah tersebut.

Bangsa Mee Nam ini berbudaya matrilineal, sama dengan orang Minangkabau. Budaya Austronesia yang dianut suku Mee Nam ini juga memiliki upacara melepas mayat.

Upacara melepas mayat dari budaya Austronesia masih tersisa di masyarakat Toraja. Menurut kepercayaan penganutnya, arwah moyang mereka pulang ke rumah pada hari ketujuh, hari keempat puluh dan hari keseratus.

Berdasarkan kepercayaan atas patokan hari tersebut harus diadakan upacara pemujaan, berdoa untuk arwah moyang yang kembali pulang. Mereka percaya seseorang yang meninggal rohnya akan naik ke Nirwana (swarga atau surga). Seorang yang meninggal dan dilepas secara baik dengan upacara besar akan dianggap Tuhannya bahwa dia adalah orang yang baik. Orang yang baik itu akan menempati tempat yang baik di surga. Orang yang tidak baik akan menempati tempat yang tidak baik yakni neraka.

Selain itu, mereka percaya moyang mereka dapat membawa anak dan keturunannya ke surga. Syaratnya, melakukan upacara besar melepas jenazah. Mereka yakini roh Tuhan yang berada di nirwana dapat bersemayam di bumi pada tempat yang khusus yang diingininya seperti batu besar, kayu besar, ombak di laut, angin ribut. Juga dapat bersemayam pada tubuh seseorang (tanassukhil arwah).

Benda megalit bagi suku Mee bukan lagi berfungsi pemujaan tapi sebagai bentuk penghormatan kepada ketua suku atau bapak-ibu yang masih hidup.

Penghormatan yang sama juga diberlakukan pada megalit ‘medan nan bapaneh’. Megalit jenis ini disebabkan pengaruh bangsa Minangkabau pertama, yang mendiami tiga gunung yang berasal dari budaya Yaman. Tetapi mereka tidak mensakralkan arwah moyang mereka, hanya menghormati pimpinan mereka, bapak dan ibunya yang masih hidup.

●H. Asbir Dt. Rajo Mangkuto
[Penyusun Buku Direktori Minangkabau 2012]
○Penyunting: Asra F. Sabri

Komentar0

Type above and press Enter to search.